(Image Source: www.lenovo.com) Ada banyak cara yang sanggup dilakukan dalam melaksanakan sebuah promosi barang atau jasa. Seperti contohnya dengan mengadakan event yang secara tidak pribadi juga sanggup dipakai untuk mempromosikan produk tertentu. Bisa juga dengan melaksanakan acara sosial yang didukung dengan memakai kelebihan yang dimiliki oleh barang-barang tertentu. Lenovo sebagai salah satu perusahaan teknologi yang banyak memproduksi barang elektronik termasuk yang juga sering mengadakan event dan melaksanakan kegiatan promosi. Ada banyak kegiatan dari Lenovo yang sanggup kita ikut hanya dengan bermodalkan laptop saja. Berikut ini beberapa event dan kegiatan promosi seru yang pernah bahkan rutin dilakukan oleh Lenovo, khususnya di Indonesia. Turnamen E-Sports Lenovo merupakan salah satu produsen laptop yang juga pernah menjadi sponsor dalam penyelenggaraan turnamen E-Sports. Sponsorship Lenovo dalam hal ini secara tidak pribadi juga sanggup bermanfaat se...
Kinerja pemerintah untuk mengurangi jumlah pengangguran dalam lima tahun terakhir ini memang patut diacungi jempol. Bagaimana tidak, meskipun pertumbuhan ekonomi hanya berada di kisaran angka 5,2%, ternyata tingkat pengangguran terbuka (TPT) bisa ditekan hingga posisi 5,01%.
Sebagai warga negara, sudah niscaya kita patut berbangga. Mengingat, angka tersebut merupakan angka pengangguran yang terendah dalam sejarah Indonesia. Kendati demikian, kita tetap dihentikan jemawa ya! Pasalnya, dengan angka 5,01% itu ternyata Indonesia masih menduduki urutan kedua TPT terbesar di antara negara-negara ASEAN. Negara kita hanya ‘lebih baik’ dari Filipina yang mempunyai tingkat pengangguran sebesar 5,1%.
Dari segi jumlah, angka 5,01% itu juga tidaklah sedikit loh. Sesuai data yang dirilis BPS per Februari 2019, jumlah angkatan kerja Indonesia itu sebanyak 136,18 juta orang. Artinya, masih ada 6,82 juta pengangguran di Indonesia yang harus menjadi keprihatinan kita bersama. Terlebih, sekitar 4 juta di antaranya merupakan kaum milenial, generasi yang digadang-gadang akan menjadi penentu Indonesia di masa yang akan datang.
Nah, untuk itulah, maka diharapkan aneka macam solusi alternatif untuk mengatasi problem pengangguran. Satu di antaranya, yaitu melalui pengelolaan dana zakat secara optimal. Jika digali dan dimanfaatkan dengan baik, zakat dinilai oleh banyak pihak, bisa memegang peranan penting untuk mengatasi aneka macam problem ekonomi yang ada. Terlebih, Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sudah barang tentu mempunyai potensi zakat yang luar biasa.
Tak bisa dimungkiri, potensi zakat di Indonesia memang sangatlah besar. Hal tersebut tercermin dalam buku Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) yang dikeluarkan oleh Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (Puskas Baznas) pada 8 Juli 2019 yang lalu.
Berdasarkan perhitungan komponen IPPZ, potensi zakat di Indonesia itu mencapai Rp233,8 triliun. Jumlah tersebut berasal dari lima objek zakat, yaitu zakat pertanian sebesar Rp19,79 triliun, peternakan sebesar Rp9,51 triliun, uang sebesar Rp58,76 triliun, perusahaan sebesar Rp6,71 triliun, dan zakat penghasilan sebesar Rp139,07 triliun. Angka-angka yang luar biasa, bukan?
Sayangnya, dengan potensi zakat yang begitu besar tersebut, ternyata penghimpunan zakat yang terserap masih sangat kecil. Baznas mencatat, jikalau sepanjang tahun 2018, zakat yang terserap hanya sebesar Rp8,1 triliun saja, atau sekitar 3,4% dari jumlah potensi zakat yang semestinya. Padahal, digitalisasi zakat yang memberi akomodasi kepada masyarakat untuk membayar zakatnya melalui platform online juga sudah diterapkan oleh aneka macam Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).
Itulah sebabnya, mengapa dikala ini perlu sekali dilakukan beberapa langkah faktual untuk menggali potensi zakat. Salah satunya, yaitu melalui penguatan literasi zakat kepada masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, faktor utama kesenjangan antara potensi zakat dan realitanya yaitu lantaran masih kurangnya kesadaran serta pemahaman umat Islam perihal zakat secara menyeluruh.
Upaya penguatan literasi zakat kepada masyarakat, bahwasanya memang sudah dilakukan oleh banyak pihak. Pemerintah melalui Bimas Islam Kementerian Agama misalnya, sudah melaksanakan aneka macam sosialisasi dan edukasi, baik secara offline maupun online. Namun, lantaran terbatasnya waktu dan tenaga, hasilnya pun belum merata hingga ke semua lapisan masyarakat.
Maka dari itu, sekarang tugas serta masyarakat yang sudah ‘melek zakat’ pun sangat diharapkan biar jadwal penguatan literasi zakat ini lebih cepat tersampaikan. Dengan tingkat literasi zakat yang tinggi, diharapkan kesadaran masyarakat dalam bederma akan semakin meningkat.
Tak hanya menguatkan literasi zakat, keberadaan regulasi perzakatan juga diharapkan untuk memangkas gap antara potensi zakat dan realisasi penghimpunannya. Regulasi yang dimaksud di sini yaitu hukum terkait kewajiban zakat bagi seluruh umat Islam. Jadi, baik pemilik perjuangan ataupun para pekerja yang mempunyai omset atau penghasilan lebih dari nishab atau batas minimal wajib zakat, maka ia harus dikenakan kewajiban berzakat.
Langkah ini sudah terbukti efektif diterapkan di beberapa daerah. Satu tumpuan saja, yaitu regulasi perihal kewajiban zakat bagi para ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sejak diterbitkannya Surat Edaran Gubernur Jateng Nomor 451/0000571 tanggal 17 Januari 2019 perihal pemotongan honor sebesar 2,5% bagi sekitar 42.679 ASN-nya, penerimaan zakat oleh Baznas Jateng pun meningkat hampir dua kali lipat, dari Rp2,4 miliar menjadi Rp4,7 miliar per bulannya.
Nah, jikalau kebijakan-kebijakan semacam itu mau dan bisa diterapkan dalam skala nasional, tidaklah tidak mungkin jikalau penerimaan zakat pun akan meningkat dengan pesat. Dan, hasilnya dana zakat pun akan lebih mumpuni untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi, termasuk untuk memberdayakan generasi milenial yang belum mempunyai pekerjaan.
Secara umum, penyaluran dana zakat oleh lembaga-lembaga pengelola zakat yang mengantongi izin dari Kemenag memang sudah bisa dikatakan cukup baik. Selain terlihat dari jumlah total penyaluran dana zakat secara nasional yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pemanfaatannya juga tidak hanya sebatas untuk kebutuhan konsumtif semata.
Lebih dari itu, semua lembaga-lembaga pengelola zakat tersebut juga sudah menyalurkan dana zakatnya untuk aktivitas produktif di aneka macam bidang. Mulai dari bidang kesehatan, sosial, pendidikan, hingga ekonomi.
Di dalam bidang kesehatan, misalnya, ada jadwal Rumah Sehat BAZNAS Indonesia serta jadwal Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) milik Dompet Dhuafa Republika. Dalam bidang sosial, ada jadwal Layanan Aktif BAZNAS (LAB) dan aneka macam jadwal dalam Social Development yang digulirkan oleh Dompet Dhuafa.
Tak ketinggalan juga dalam bidang pendidikan. Di lini ini, ada SMP Cendekia yang dikelola oleh BAZNAS dan Sekolah Satya Cendekia yang dikelola Dompet Dhuafa. Berbagai jadwal tersebut merupakan beberapa bentuk faktual pemanfaatan dana zakat secara produktif dalam bidang kesehatan, sosial dan pendidikan.
Lantas, bagaimana pemanfaatan zakat produktif dalam bidang ekonomi? Selain mempunyai forum BAZNAS Microfinance (BMFi) yang memberi sumbangan pembiayaan produktif kepada mustahik dengan prinsip nonprofit untuk pengembangan usaha, BAZNAS juga mengadakan jadwal pembinaan aneka macam keterampilan dengan menggandeng Balai Latihan Kerja yang tersebar di daerah-daerah.
Sementara itu, Dompet Dhuafa juga mempunyai jadwal Sedekah Ternak, Institut Kemandirian, hingga Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang bertujuan untuk membantu aneka macam pembiayaan kalangan ekonomi lemah. Program-program zakat produktif dalam bidang ekonomi ibarat inilah yang memang akan menjadi solusi alternatif untuk mengatasi aneka macam problem ekonomi, termasuk problem pengangguran.
Namun, mengingat sebagian besar pengangguran yaitu mereka yang masuk dalam kategori generasi milenial, maka biar pemanfaatan dana zakat produktif lebih sempurna sasaran, kita semua tentu berharap biar lembaga-lembaga zakat semisal BAZNAS dan Dompet Dhuafa ini juga menunjukkan pembinaan aneka macam keterampilan yang dibutuhkan di periode Revolusi Industri 4.0 ini.
Asal tahu saja, semenjak periode Revolusi Industri 4.0 bergulir, banyak sekali pergeseran dalam dunia kerja. Otomatisasi dan digitalisasi di periode ini menjadikan hilangnya banyak pekerjaan dan memunculkan profesi-profesi baru. Nyaris, hanya daya kreativitaslah yang belum bisa digantikan oleh mesin. Oleh lantaran itu, mau tidak mau generasi milenial pun harus kreatif jikalau tidak ingin tertinggal di periode Revolusi Industri 4.0 ini.
Lembaga-lembaga pengelola zakat yang concern dalam bidang ekonomi pun harus ikut berbenah dan melebarkan sayapnya. Pemanfaatan dana zakat produktif bagi mustahik generasi milenial semestinya tak sekadar untuk pembinaan serta modal perjuangan dalam bidang perdagangan, pertanian, pekebunan, ataupun peternakan saja.
Lebih dari itu, juga diarahkan untuk keterampilan yang dibutuhkan di periode ini, ibarat web developer, aplikasi developer, content creator, content writer, seorang hebat media sosial, SEO spesialist hingga digital marketing. Tentu saja, termasuk dalam hal sumbangan modal yang diarahkan pada perangkat yang mendukung perjuangan atau bisnis di periode Revolusi Industri 4.0, ibarat perangkat komputer, laptop, serta jaringan internet.
Dengan memanfaatkan dana zakat secara optimal untuk pembinaan aneka macam keterampilan tersebut, sumbangan modal aneka macam peralatan digital, serta pendampingan yang tepat, mustahik generasi milenial yang jumlahnya menyentuh angka 4 jutaan ini pun insya Allah akan lebih bisa berdaya di periode yang penuh dengan persaingan yang ketat ini.
Akhirnya, mari tunaikan zakat, ikut serta menguatkan literasi zakat, serta memberdayakan generasi milenial dengan mengelola zakat secara optimal!
***
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Kompetisi Blog Festival Literasi Zakat Wakaf 2019
Komentar
Posting Komentar