(Image Source: www.lenovo.com) Ada banyak cara yang sanggup dilakukan dalam melaksanakan sebuah promosi barang atau jasa. Seperti contohnya dengan mengadakan event yang secara tidak pribadi juga sanggup dipakai untuk mempromosikan produk tertentu. Bisa juga dengan melaksanakan acara sosial yang didukung dengan memakai kelebihan yang dimiliki oleh barang-barang tertentu. Lenovo sebagai salah satu perusahaan teknologi yang banyak memproduksi barang elektronik termasuk yang juga sering mengadakan event dan melaksanakan kegiatan promosi. Ada banyak kegiatan dari Lenovo yang sanggup kita ikut hanya dengan bermodalkan laptop saja. Berikut ini beberapa event dan kegiatan promosi seru yang pernah bahkan rutin dilakukan oleh Lenovo, khususnya di Indonesia. Turnamen E-Sports Lenovo merupakan salah satu produsen laptop yang juga pernah menjadi sponsor dalam penyelenggaraan turnamen E-Sports. Sponsorship Lenovo dalam hal ini secara tidak pribadi juga sanggup bermanfaat se...
“Mangga pinarak, Mas,” sapa Suryanti—pemilik rumah produksi batik yang saya kunjungi itu—dengan ramah. Selepas mempersilakan duduk, perempuan yang dekat dipanggil Mbak Yanti ini pun mulai berkisah banyak hal perihal batik.
Suryanti merupakan salah satu pembatik muda dari Desa Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Konon, ia sudah bergelut dengan canting dan malam semenjak lulus dari SMK, sekitar tujuh tahun yang lalu. Saat itu, ia merasa prihatin terhadap minimnya generasi muda yang terjun di dunia produksi batik. Padahal pada masanya dulu, desa di ujung timur Yogyakarta ini merupakan desa yang nyaris semua wanitanya berprofesi sebagai pembatik.
(Suryanti, pembatik muda dari Desa Tegalrejo, Gedangsari/ Dok. Pribadi)
Berangkat dari keprihatinan itulah, Suryanti kemudian memutuskan untuk menjadi pembatik sambil melanjutkan pendidikannya di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta jurusan kriya.“Semakin fokus menggeluti batik, ya sehabis tamat kuliah, Mas..” kata perempuan lulusan ISI tahun 2016 ini menjelaskan.
Ibarat empedu lekat di hati, semenjak ketika itu Suryanti pun menimbulkan batik sebagai salah satu pecahan yang tak terpisahkan dari hidupnya. Baginya, batik Gedangsari merupakan salah satu warisan budaya lokal yang harus tetap lestari. Maka berbeda dengan Sarjana Seni Kriya lainnya yang lebih menentukan bekerja sebagai desainer di banyak sekali perusahaan, perempuan seperempat kurun ini justru menentukan untuk membuka rumah produksi batik di kampung halamannya.
(Seorang pembatik di rumah produksi batik 'Rokechi' sedang menyanting/ Dok. Pribadi)
Di rumah produksi batik tersebut, Suryanti dibantu oleh tujuh orang pembatik lain yang setiap harinya bergelut dengan canting dan malam. Produk kerajinan batik dari para pembatik ini, selain dijual di gerai batik "Rokechi", juga dipasarkan secara online melalui media sosial.“Sering lakunya malah lewat internet, Mas..” katanya menjelaskan.
Nah, hari ini kita semua menjadi saksi akan terbuktinya prediksi ilmuwan asal Kanada itu. Hanya dengan sekali klik saja, internet bisa menghubungkan kita dengan orang lain di belahan dunia mana pun melalui sebuah ruang yang sangat besar, yaitu 'dunia maya'. Tak ayal, kehadirannya pun membawa banyak berkah bagi penggunanya. Termasuk bagi Suryanti dan para pembatik Desa Tegalrejo, Gedangsari lainnya.
(Salah satu media umum yang dipakai oleh Suryanti untuk mempromosikan batik/ Dok. instagram.com/rokechi)
Dulu sebelum adanya internet, para pembatik ini hanya bisa mempromosikan hasil kerajinannya melalui pameran-pameran yang diikutinya saja. Namun semenjak berkenalan dengan internet, mereka bisa mempromosikan salah satu warisan budaya Yogya ini kepada masyarakat luas. Alhasil, pesona batik Gedangsari yang dulu sempat mati suri pun mulai bangun kembali.Agaknya, sebagai pecahan dari perkembangan teknologi informasi, internet memang menjadi sarana yang paling sempurna untuk mempromosikan apa saja. Bagaimana tidak? Jangkauan internet itu benar-benar sangat luas dan tak pernah sepi.
Pada awal tahun 2019 yang lalu, We Are Social merilis data bahwa dari 268,2 juta populasi insan di Indonesia, 150 juta di antaranya sudah memakai internet. Dan setiap 24 jam, mereka menghabiskan waktunya untuk berselancar di dunia maya rata-rata selama 8 jam, 36 menit!
(Jangkauan internet sangat luas dan tak pernah sepi/ Infografis: kangmasroer.com)
Melihat angka-angka tersebut di atas, tidaklah mengherankan kalau pemanfaatan internet sebagai media promosi mirip yang dilakukan Suryanti dan para pembatik lainnya bisa memunculkan demand dari kerajinan batik yang mereka hasilkan. Akhirnya, secara tidak pribadi terciptalah sebuah proses supply chain yang berkelanjutan untuk menjaga kelestarian seni dan budaya lokal Yogyakarta.Sumbu Filosofi ialah konsep penataan ruang Kota Yogyakarta yang membentang mulai Panggung Krapyak, Alun-alun Selatan, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Alun-alun Utara, hingga Tugu Pal Putih dalam satu garis lurus. Sebagaimana batik yang tiap motif dan prosesnya mempunyai filosofi, tata ruang warisan Sultan Hamengku Buwana I ini juga sarat akan makna filosofis, yaitu citra perihal sebuah perjalanan hidup manusia.
(Konsep tata ruang kota Yogya warisan Sultan Hamengku Buwana I ini sarat akan makna filosofis/ Infografis: kangmasroer.com)
Konon, jalur dari Panggung Krapyak hingga ke Kraton menggambarkan perjalanan hidup insan semenjak di dalam kandungan hingga menuju kedewasaan. Sementara jalur Kraton hingga Tugu Pal Putih mengandung filosofi fase kehidupan insan dari masa cukup umur hingga kembali kepada Sang Pencipta. Nah, di jalur ini juga terdapat dua bangunan yang tak kalah penting, yaitu Kepatihan yang menjadi simbol godaan kekuasaan dan Pasar Beringharjo yang melambangkan godaan bahan duniawi. Filosofi yang luar biasa, bukan?Itulah sebabnya mengapa sebuah maha karya yang menciptakan Yogyakarta semakin ‘istimewa’ tersebut diajukan oleh Pemerintah Provinsi DIY dan stakeholder terkait sebagai salah satu warisan dunia. Dan kini, Historical City Centre of Yogyakarta ini telah masuk ke dalam World Heritage Tentative List (Daftar Sementara Warisan Dunia) UNESCO per tanggal 14 Maret 2017. Sangat membanggakan ya?
(Sumbu Filosofi Yogya telah tercatat sebagai World Heritage Tentative List UNESCO semenjak 14 Maret 2017/ Infografis: kangmasroer.com)
Sayangnya, meskipun telah terdaftar semenjak lebih dari dua tahun yang lalu, ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Padahal, Pemerintah Provinsi DIY sudah berupaya keras menata daerah Sumbu Filosofi serta melengkapi semua dokumen yang dibutuhkan sebelum deadline-nya tiba, yaitu 1 Februari 2020. Melalui jadwal Jogja Smart Province (JSP), Dinas Kominfo DIY juga sudah menyebarkan Smart Area Sumbu Filosofi dengan memasang akomodasi Wi-Fi gratis di banyak sekali titik sepanjang daerah ini.Oleh lantaran itu, sekarang tugas masyarakat tentu sangat diperlukan untuk ikut serta mewujudkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai salah satu warisan dunia. Jika pemerintah dan masyarakat bisa bergotong royong untuk menjaganya dengan baik, kita semua tentu optimis, nama Sumbu Filosofi Yogyakarta pun akan segera terangkat layaknya batik yang telah lebih dahulu menjadi salah satu warisan budaya dunia.
Lantas, apa buahnya budaya? Buahnya, tak lain tak bukan ialah nilai-nilai moral yang bisa kita petik dari filosofi yang terkandung di dalam sebuah budaya: religius, andhap asor, tepa selira, bahu-membahu serta nilai-nilai baik lainnya. Nilai-nilai ini tentu akan sangat bermanfaat bagi kita dan anak cucu kita untuk mengarungi pahit manisnya kehidupan. Dan menyerupai sebuah pohon, biar budaya tidak gampang tercabut dari tanah, kita pun harus menguatkan akarnya dengan dua langkah nyata, yaitu mengenali dan mengabarkan.
(Mengenali dan mengabarkan, dua langkah konkret lestarikan warisan budaya/ Dok. Pribadi)
Pertama, kenali setiap ragam budaya beserta filosofinya. Misalnya saja untuk Sumbu Filosofi, maka kita harus berguru untuk mengenali setiap sudut ruang yang ada di sekitar daerah Sumbu Filosofi sekaligus makna yang tersirat di dalamnya. Karena setiap bangunan, penataan jalan, bahkan pohon-pohon yang ditanam pada jalur tertentu di daerah ini mempunyai nilai historis yang penuh dengan filosofi.Dengan mengenali filosofinya tersebut, maka kita pun akan lebih peduli terhadap keberadaan sebuah budaya. Oh iya, untuk mengenali ragam budaya Yogya, kalau kalian belum sempat untuk mengunjunginya langsung, kalian juga bisa memanfaatkan aplikasi Jogja Istimewa yang sudah terinstall di smartphone loh. Melalui aplikasi ini, kita bisa mengenal apa saja perihal Yogya, termasuk ragam budaya dan filosofinya. Keren banget, kan?
Dan yang kedua, kabarkan kepada masyarakat luas perihal ragam budaya Yogya tersebut melalui banyak sekali media, termasuk media internet. Kehebatan internet sebagai sarana promosi tentu sudah tak diragukan lagi. Berkat pemanfaatan internet, Suryanti dan para pembatik dari Desa Tegalrejo berhasil memperkenalkan batiknya kepada masyarakat luas.
(Mari, meneguhkan akar budaya Yogya lewat dunia maya!/ Dok. Pribadi)
Oleh lantaran itu, kita semua yang berharap Sumbu Filosofi Yogyakarta menjadi salah satu warisan budaya dunia pun harus bisa memanfaatkan ‘dunia maya’ sebagai tempat untuk mempromosikan konten-konten budaya. Baik itu dalam bentuk foto, gambar, video, ataupun tulisan.Dengan mengabarkannya melalui dunia maya, maka keunikan Historical City Centre of Yogyakarta ini pun akan lebih cepat dikenal oleh publik. Dan selanjutnya,—jika publik telah mengenalnya—mereka pun akan merasa mempunyai dan berusaha untuk selalu menjaganya dengan baik, sehingga keberadaannya pun akan tetap lestari.
Mengabarkan sebuah budaya melalui internet itu memang menyerupai menabur pupuk yang bisa menguatkan akarnya. Yuk, ikut serta meneguhkan akar budaya Yogya lewat dunia maya!
#PagelaranTIK2019 #DiskominfoDIY
***
***
*Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Pagelaran TIK yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY 2019
**Referensi:
- https://datareportal.com/reports/digital-2019-indonesia
- https://kniu.kemdikbud.go.id/?p=3747
**Referensi:
- https://datareportal.com/reports/digital-2019-indonesia
- https://kniu.kemdikbud.go.id/?p=3747
Komentar
Posting Komentar